Depokupdate – 33 ribu hektar tanah adat dan menjadi tempat warga lokal Dusun Maam, Distrik Ngguti, Kabupaten Merauke, Papua Selatan beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit.
Hal tersebut dikatakan mantan pengacara Bharada E, Deolipa Yumara usai menerima aduan dari masyarakat adat di kabupaten tersebut.
“Mereka mengalami kesulitan karena lahan seluas 33 ribu hektar yang merupakan tanah adat dan menjadi tempat warga lokal tidak mampu lagi memberikan hasil bumi untuk mencukupi kehidupan,” katanya di Depok, Jumat (28/10/2023).
Baca Juga : Stok Darah PMI Depok Menipis, Masyarakat Diimbau Lakukan Ini
Dikatakan Deolipa, saat ini, Masyarakat menuntut haknya, mendapat kompensasi perusahaan kelapa sawit atas kerugian yang dialami, dampak dari beralih fungsinya 33 ribu hektar tanah adat tersebut..
“Jadi saya mendapatkan surat kuasa substitusi dari wilayah Papua dari seorang pengacara Papua yang bernama Yohanes yang juga mendapatkan kuasa khusus, dari 17 marga adat di sana, mereka meminta perlindungan hukum, atau meminta bantuan hukum kepada kami, pengacara di Jakarta dan tim untuk mengurus persoalan ketidakadilan, yaitu mengenai tanah ulayat mereka, tanah adat yang dijadikan kebun sawit,” katanya saat ditemui di kediamannya di Depok, Jawa Barat.
Sebelumnya, Sebanyak 17 kepala adat di Dusun Maam, Distrik Ngguti tengah telah meminta pada pemerintah daerah setempat agar hak mereka diperjuangakan, namun tidak membuahkan hasil,” ujarnya.
Baca Juga : Pasar Agung Depok Terbakar, Pedagang Dan Pengunjung Panik
Dikatakan Deolipa, masyarakat menuntut hak mereka sesuai dengan perundang-undangan terkait UU No. 39/2014 tentang Perkebunan mewajibkan perusahaan sawit menyediakan 20 persen dari total luas lahan Hak Guna Usaha (HGU) bagi fasilitasi pembangunan kebun masyarakat (FPKM).
Kebun kelapa sawit yang diperkirakan milik Perusahaan asing itu telah ada sejak 2008. Namun perusahaan tidak mengeluarkan kewajiban mereka menyediakan 20 persen dari luas lahan untuk warga.
“Ini dilakukan salah satu Perusahaan di Jakarta berinisial DP yangberkantor pusat di Jakarta, tapi ada kantor cabang di Papua,” ungkapnya.
Baca Juga : Ini Makna Hari Santri Bagi Sekda Kota Depok, Supian Suri
Masyarakat adat meminta mendapat kompensiasi hasil kebun kelapa sawit dari 20 persen lahan. Dari perhitungan masyarakat adat, besaran ganti rugi hingga triliunan rupiah. Selain soal hak masyarakat adat, Deolipa menutukan ada hal lain yang juga esensial. Yaitu soal alam di Papua yang rusak karena kehadiran kebun kelapa sawit.
“Saya sendiri tidak dapat membayangkan berapa luasnya tanah 33 hektare ini apakah satu kecamatan atau apa, tapi kelihantannya ini sebelumnya adalah hutan rimba papua, dijadikan cuman satu jenis tanaman yaitu tanaman kelapa sawit. Mungkin mereka ambil lalu membyar kompensasi,” katanya.
Dia menyayangkan alih fungsi hutan rimba Papua yang bagus dijadikan kelapa sawit. Dia mengaku tidak tahu ada berapa banyak perusahaan kelapa sawit yang melakukan alih fungsi tersebut. Hanya saja dia menyaayangkan hutan Papua berubah menjadi kebun kelapa sawit. Langkah selanjutnya adalah kuasa hukum akan meneruskan tuntutan warga dengan bertemu pihak perusahaan dan juga kementerian terkait. (***)