Dalam lanskap politik Indonesia, oligarki telah menjadi kekuatan dominan yang mengontrol berbagai aspek kehidupan masyarakat. Oligarki ini terdiri dari segelintir elite yang memiliki kekuasaan ekonomi, politik, dan sosial, seringkali memperjuangkan kepentingan pribadi atau kelompok kecil mereka. Di tengah kekuasaan mereka yang tampak tak tergoyahkan, muncul fenomena baru: perseteruan internal di antara mereka. Ketika para oligark saling bertikai, muncul pertanyaan penting, apakah ini menjadi peluang bagi rakyat untuk melakukan revolusi?
Oligarki di Indonesia tidaklah homogen. Mereka terdiri dari berbagai kelompok dengan kepentingan yang berbeda-beda. Ada yang berakar kuat di sektor ekonomi, ada pula yang memiliki pengaruh besar di bidang politik. Ketika kepentingan mereka berbenturan, konflik antar-oligarki menjadi tak terhindarkan. Perang dingin ini sering kali terlihat dalam bentuk persaingan bisnis, konflik politik, atau bahkan kampanye hitam yang mengarah pada penghancuran citra satu sama lain.
Namun, konflik antar-oligarki bukanlah fenomena baru. Selama bertahun-tahun, persaingan di antara mereka sudah menjadi bagian dari dinamika kekuasaan di Indonesia. Yang membedakan situasi kali ini adalah intensitas dan skala konflik yang lebih terbuka dan melibatkan publik. Pertarungan yang awalnya tersembunyi di balik layar kini menjadi tontonan publik, di mana media memainkan peran penting dalam memperbesar ketegangan ini.
Di satu sisi, konflik internal di antara oligarki ini bisa melemahkan mereka secara keseluruhan. Jika mereka sibuk bertikai, fokus mereka pada kontrol dan penindasan terhadap rakyat bisa teralihkan. Ini bisa menjadi celah bagi rakyat untuk bangkit. Namun, di sisi lain, oligarki tetap memiliki sumber daya yang luar biasa untuk mempertahankan kekuasaannya, bahkan dalam kondisi perang saudara di antara mereka.
Salah satu dampak dari pertarungan ini adalah semakin tajamnya kesenjangan di kalangan rakyat. Ketika oligarki bertikai, mereka sering kali menggunakan rakyat sebagai alat untuk mencapai tujuan mereka, baik melalui mobilisasi massa, manipulasi isu, maupun penyebaran disinformasi. Akibatnya, rakyat menjadi terpecah, dan upaya kolektif untuk melawan kekuasaan oligarki menjadi lebih sulit.
Di tengah situasi ini, pertanyaan yang sering muncul adalah: apakah rakyat memiliki kapasitas untuk melakukan revolusi? Sejarah Indonesia menunjukkan bahwa kekuatan rakyat tidak bisa diremehkan. Dari era perlawanan kolonial hingga Reformasi 1998, rakyat Indonesia memiliki rekam jejak dalam menggulingkan kekuasaan yang menindas. Namun, konteks hari ini berbeda. Oligarki modern memiliki kekuatan yang jauh lebih kompleks, dengan jaringan global yang mendukung mereka.
Rakyat yang terpecah dan tidak memiliki kepemimpinan yang jelas menjadi tantangan utama bagi kemungkinan revolusi. Tanpa visi yang jelas dan pemimpin yang dapat menyatukan berbagai elemen masyarakat, revolusi hanya akan menjadi impian. Namun, potensi revolusi tetap ada, terutama jika kondisi sosial-ekonomi semakin memburuk dan kepercayaan terhadap institusi formal terus menurun.
Revolusi sering kali memerlukan momentum yang kuat, baik berupa krisis ekonomi, ketidakadilan sosial yang ekstrem, atau pemimpin karismatik yang mampu menggerakkan massa. Saat ini, meskipun ada ketidakpuasan yang meluas di kalangan rakyat, momentum tersebut belum terbentuk. Banyak rakyat yang masih apatis atau terperangkap dalam isu-isu sektarian yang dipicu oleh elite.
Salah satu aspek penting yang bisa mendorong revolusi adalah kesadaran kelas. Jika rakyat mulai melihat diri mereka sebagai kelas yang tertindas oleh oligarki, solidaritas di antara mereka bisa terbentuk. Ini memerlukan upaya pendidikan politik dan peningkatan kesadaran kritis yang sistematis. Sayangnya, oligarki sangat menyadari potensi ini dan sering kali berusaha mengalihkan perhatian.
Dengan demikian, meskipun konflik diantara oligarki bisa melemahkan struktur kekuasaan mereka,revolusi rakyat tetap merupakan tantangan besar.Karena kunci keberhasilan revolusi rakyat terletak pada kesadaran kolektif, kepemimpinan yang kuat,dan kemampuan rakyat untuk mengorganisir diri kekuatan rakyat sendiri.Jika faktor-faktor inibisa dipenuhi,maka bukan tidak mungkin revolusi rakyat bisa terjadi.